The Bioinformatics materials and goodies
  Posisi Bioinformatika dalam Dialektika ‘Riset Basah’ dan ‘Riset Kering’
 

Semenjak berkembangnya IT(Information Technologi), komputerisasi dalam berbagai bidang pun terjadi. Tidak hanya bidang keuangan, militer, atau bahkan politik, namun juga memasuki ranah ilmu dasar. Matematika, Kimia, Biologi, dan Fisika pun sudah terpengaruh perkembangan IT juga. Komputerisasi ilmu dasar, pada keempat bidang tersebut, sudah menjadi ilmu baru. Bioinformatika adalah komputerisasi data biologis untuk menghasilkan informasi yang berguna bagi riset dasar.

Semua dimulai dengan perkembangan dari biologi molekuler dalam 50 tahun terakhir. Seperti yang sudah kita ketahui, pada 1953 Watson-Crick berhasil mengelusidasi struktur DNA. Sementara teknologi rekombinan DNA berhasil ditemukan pada tahun 1970. Dan kemudian PCR pada 1980an. Apa konsekuensi dari penemuan-penemuan ini? Penjelasannya begini. Contoh pertama, penderita diabetes sebelumnya hanya berhasil mendapatkan insulin dari pankreas babi dalam jumlah sedikit dan harga mahal. Dengan teknologi DNA rekombinan, maka para pasien bisa mendapatkan insulin yang dibioproses dari mikroba dalam jumlah banyak dan harga lebih murah. Perkembangan aplikasi sidik jari DNA pun telah demikian maju, sehingga pelaku dan korban peristiwa terorisme (pengeboman dll) bisa diidentifikasi siapa saja mereka, walaupun sisa jaringan jenazah mereka hanya sedikit. Belum lagi teknologi testing DNA yang berhasil mendeteksi penyakit-penyakit keturunan (kanker payudara misalnya), sebelum penyakitnya bermanifestasi secara klinis.

Singkatnya, sudah begitu banyak pencapaian dalam biologi molekuler, sudah barang tentu diperlukan suatu pusat data (database) untuk mengatur semua data-data hasil ekspreimen itu. Dan Bioinformatika hadir untuk mengatur data-data hasil eksperimen biologi molekuler itu. Namun sebenarnya bioinformatika tidak hanya sampai sebagai bank data saja. Ada fungsi lainya yang lebih penting. Sampai sekarang diketahui bahwa struktur protein yang dikristalografi berjumlah sekitar 22.000. Sementara protein yang telah disekuensing sekitar 1 juta. Apakah ini berarti kita harus mengkristalografi 900 ribu lebih protein untuk mengetahui strukturnya, sementara proses kristalografi itu sendiri tidak mudah dan mahal? Tentu tidak. Kesulitan pada Kristalografi terutama pada penentuan struktur protein membran. Padahal penentuan struktur protein, adalah langkah kunci untuk mengetahui fungsinya. Sementara bila fungsi dari protein-protein yang berperan dalam aging process, immunogenomics, dan drugs receptor bisa diketahui, maka diharapkan akan bisa ditemukan terapi dan pengobatan yang novel untuk mengatasi berbagai penyakit yang menghantui umat manusia mulai dari Kanker sampai Flu burung.

Namun tidak usah kuatir. Kemajuan teknik informatika telah memungkinkan kita untuk mengetahui bagaimana fungsi dari protein yang lain. Sebenarnya, dari data 22ribu protein yang telah dikristalografi, bisa dibuat suatu algoritma yang menentukan tren dari foldingnya. Bisa digunakan algoritma Hidden Markov Model, Artificial Neural Network, ataupun Support Vector Machine. Cara lain lagi adalah dengan menggunakan Homology Modelling, dimana protein yang strukturnya tidak diketahui dibandingkan dengan protein yang strukturnya diketahui. Dan untuk mengembangkan obat baru, bisa digunakan software molecular docking untuk menentukan pada reseptor mana obat tersebut akan aktif. Kabar yang sangat bagus adalah, software untuk melakukan semua itu, sebagian besar telah diport dari platform UNIX/LINUX ke platform Windows, sehingga tersedia untuk banyak orang. Bioinformatikawan  mempelajari berbagai software dasar bioinformatika seperti Bioedit, Clustal, Tree view, dan Deep view. Namun mereka juga mempelajari algoritma dan programming bioinformatika, misal  dengan Mathlab dan PERL. Misalnya mengenai algoritma. Dasar-dasar algorithma dan struktur data adalah rukun wajib yang harus dikuasai.

Namun apakah demikian penelitian laboratoris menjadi tidak penting? Tentu saja tidak. Misalnya dari hasil penelitian bioinformatika sudah diperoleh model obat dan vaksin yang novel. Lalu obat itu bagaimana cara menguji (pada mencit dan kelinci) dan memproduksinya? Kan tetap harus ada penelitian laboratoris untuk melakukan bioassay dan bioprosesnya. Perlu ada bioindustri untuk mengkomersialisasikannya. Walaupun lagi-lagi dalam proses downstream ini bioinformatika masih berperan, namun tetap laboratorisnya yang di garis depan. Pada dasarnya bioinformatika merupakan tools untuk membantu kita dalam melaksanakan penelitian laboratoris. Namun sekali lagi, ini bukan tools yang mudah digunakan oleh siapa saja. Istilahnyanya ini tools yang hanya bisa digunakan oleh seorang ilmuwan yang memiliki kompetensi dalam bidang biologi molekuler dan matematika/informatika sekaligus.  Dan sampai kapanpun “penelitian basah/laboratorium” adalah bagian yang sangat penting dari biologi molekuler dan tidak mungkin bisa diganti dengan “penelitian kering/komputasi” begitu saja. Apapun yang merupakan hasil modeling di komputer, tetap harus dibuktikan kebenarannya pada laboratorium basah. Jika kita menemukan struktur protein yang memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai obat, struktur tersebut harus dibuktikan fungsinya dengan penelitian basah.

Walaupun penelitian kering dan basah memiliki benang merah, tetap ada batas (barrier) yang satu sama lain tidak bisa menganggu gugat. Sebagai ilustrasi sederhana, adalah tidak mungkin bagi peneliti biologi molekuler (basah) untuk meluangkan waktunya memahami ‚hard core computer programming‘ seperti layaknya para hacker IT. Hal ini karena di Departemen/Fakultas Biologi dan Biokimia, Bioinformatika adalah tools untuk menyelesaikan masalah yang mereka jumpai di lab basah, dan bukan difokuskan untuk software development. Mengembangkan software, script, atau pipeline bioinformatika secara profesional adalah diluar wewenang mereka. Bagi yang bekerja di lab basah, pengetahuan ilmu komputer cukup pada tahap pengenalan. Ada pakar biologi molekuler yang juga menguasai software development, namun ini jarang juga. Sebab pekerjaan di laboratorium basah sangat menyita waktu. Pada umumnya peneliti di lab basah memahami bioinformatika sebagai user aplikasi, bukan sebagai developer.
Di sisi lain, adalah tidak mungkin juga mengharapkan supaya bioinformatikawan memahami secara penuh penelitian basah. Menggunakan instrumen PCR, sekuensing, mikrobiologi, dan lainnya adalah diluar wewenang mereka. Di Jerman, berhubung Kelompok riset Bioinformatika berada dibawah Departemen/Fakultas Ilmu Komputer, maka mengikuti praktikum laboratorium basah adalah tidak diwajibkan oleh kurikulum. Jarang sekali ada bioinformatikawan yang pernah menyentuh lab basah, dan jika adapun sangat langka sekali. Hal ini penting, supaya bioinformatikawan bisa tetap fokus dalam software development, dengan mendapatkan informasi mengenai modeling yang akan dikonstruksi dari peneliti riset basah.
Karena kedua profesi tersebut memiliki kepentingan yang sama, namun memiliki kompetensi yang berbeda, maka bekerja sama dalam suatu proyek menjadi tidak bisa dihindari. Penelitian multi-disiplin adalah mantra yang ‚sexy‘ sekarang ini. Reviewer hibah riset akan jauh lebih menyukai penelitian multi disiplin, dibanding yang mono disiplin.
Adapun, jika ada orang yang menguasai biologi molekuler (basah) dan bioinformatika (kering) sekaligus, maka dia akan menjadi ilmuwan yang paling dicari untuk dipekerjakan di industri. Sebab menggabungkan kedua keahlian tersebut di satu tangan, bahkan di Jerman sekalipun, adalah hal yang langka sekali.

Saya berharap pada posting bersama ini saya bisa mengajak pada segenap ilmuwan untuk bisa saling berbagi, memahami, dan tentu saja saling pengertian. Saya membayangkan bahwa semboyan “bhineka tunggal ika” sebenarnya masih relevan untuk berkolaborasi dalam sains. Kita bisa jadi berasal dari disiplin yang berbeda, namun satu tujuan untuk hari esok yang lebih baik. Oleh karena itu ilmuwan yang mendalami, riset kering‘ dan ‚riset basah‘ sudah seyogyanya bekerja sama dan saling mengisi. Sebab pada dasarnya riset di abad ke 21 ini bersifat multi-disiplin, multi-institutsi, bahkan multi-bangsa.

Telah dimuat di Kompasiana, pada link http://teknologi.kompasiana.com/2010/01/22/posisi-bioinformatika-dalam-dialektika-riset-basah-dan-riset-kering/

 
 
  Today, there have been 47 visitors (79 hits) on this page!
 
 

The Google search result about me is shown

here This website was created for free with Own-Free-Website.com. Would you also like to have your own website?

Sign up for free