Jakarta - Perguruan tinggi selalu menjadi kawah candradimuka bagi setiap perkembangan sains dan teknologi. Keajaiban sains-tek modern, dalam banyak hal lahir dari pergulatan para akademisi dan ilmuwan di perguruan tinggi. Banyak yang tidak menyangka, teknologi masa kini seperti PC, Hand Phone, dan Televisi dilahirkan dari pergumulan para fisikawan modern. Adapun riset di perguruan tinggi selalu membawa misi, bahwa ilmu pengetahuan seyogyanya dapat diakses oleh sebanyak mungkin orang, dan beserta itu membawa kebaikan bagi mereka.
Open Source merupakan salah satu solusi yang tepat untuk menjadi wahana misionaris perkembangan sains-tek kepada publik. Software berlisensi freeware atau shareware merupakan penerobos tabir batas yang selama ini membentang antara ilmuwan dan publik.
Software Proprietary versus Open Source dalam Sains-tek
Seringkali ilmuwan bekerja dalam dua dunia yang berbeda, di mana kedua dunia tersebut memiliki perbedaan kepentingan. Sebagian ilmuwan memilih bekerja di Industri komersial, sementara sebagian memilih bekerja di perguruan tinggi atau lembaga penelitian non departemen.
Distingsi dua dunia ini tidak dapat dilihat secara hitam putih, karena sering kali ilmuwan bekerja di ranah komersial dan akademik sekaligus. Kecenderungan distingsi ini semakin kabur, karena mulai menjamurnya fenomena industrialisasi pendidikan, dimana seluruh proses pendidikan ditundukkan semata pada komersialisasi.
Adapun secara sederhana, ilmuwan yang bekerja di industri komersial dalam banyak kasus akan mengembangkan software yang bersifat proprietary. Sebagai contoh, sebuah pabrik farmasi, jika ingin memproduksi antibiotik dalam jumlah tertentu dan harga tertentu, memerlukan sistim kontrol produksi yang terautomatisasi.
Sistim produksi antibiotik pada reaktor kimia/bioreaktor akan terintegrasi dengan IT yang didesain secara proprietary. Software pengontrol reaktor diperlukan, agar parameter-parameter produksi antibiotik, seperti pH, suhu, tekanan, medium, dan lain-lain dapat dikontrol secara real time dan easy to use. Pengembangan sistim produksi antibiotik jelas sangat berhubungan erat dengan rahasia industri atau paten. Sebagai perlindungan paten sistim tersebut, maka aplikasi yang dikembangkan juga bersifat proprietary.
Namun sangat berbeda kecenderungan yang terjadi di perguruan tinggi dan lembaga penelitian non departemen (LPND). Kedua lembaga ini mendapatkan misi sosial sebagai misionaris sains-tek. Sebagai lembaga yang bersifat sosial, maka mereka diharuskan mengarahkan riset sains-tek untuk publik yang luas.
Salah satu cara untuk itu adalah dengan mengembangkan software open source. Sebagai contoh, perguruan tinggi dan LPND seringkali melakukan riset yang aplikasi langsung untuk industri boleh dibilang masih sangat jauh. Ini sering disebut juga sebagai riset dasar.
Contoh dari riset dasar misalnya studi mengenai keanekaragaman hayati kuman. Riset seperti ini memerlukan isolat kuman, untuk kemudian disekuensing DNA atau Protein. Hasil sekuensing tersebut belum tentu dapat langsung diaplikasikan ke Industri, karena output potensi komersialnya masih belum terlalu jelas. Program sekuensing DNA yang digunakan pada umumnya bersifat open source. Hasil sekuensing tersebut akan diserahkan pada suatu repository database yang juga bersifat open source, supaya dapat diunduh oleh publik secara cuma-cuma.
Open Source dalam Industri Berbasis Sains-tek
Proses scale up produk atau komoditi berbasis sains-tek dari skala laboratorium sampai dengan pilot plant memerlukan investasi yang sangat besar. Rentang waktu yang diperlukan untuk
scale up merentang dari beberapa bulan untuk komoditi IT, dua tahun untuk komoditi bioenergi/kimia, dan sepuluh tahun untuk komoditi farmasi/kedokteran. Di luar IT, proses
scale up pada bidang lain jarang melibatkan tahapan kontrol, modeling dan automatisasi seperti yang sudah lazim dikenal IT.
Akibat absennya tahap tersebut, maka tidak terhitung investasi yang akhirnya menguap menjadi biaya pengembangan. Sebagai contoh, dalam industri farmasi, pada umumnya hanya satu dari sekian ribu senyawa kimia yang dapat dikembangkan menjadi obat yang dapat dipasarkan. Tidak jarang proses isolasi dan sintesis ribuan senyawa tersebut melibatkan waktu yang sangat panjang, pemborosan regen kimia yang merusak lingkungan, dan biaya yang sangat tinggi. Alhasil biaya yang dikeluarkan untuk pengembangan obat tinggi, sehingga pasien harus membayar biaya lebih juga untuk itu.
Solusi dari masalah biaya tinggi tersebut adalah melibatkan IT secara total dan terintegrasi pada proses produksi agen farmasi, mulai dari desain, uji aktivitas, bahkan sampai uji klinis oleh dokter. Biaya yang dikeluarkan untuk isolasi dan sintesis senyawa kimia dapat dihemat dengan mengganti proses tersebut dengan computer modeling. Isolasi dan sintesis dapat dilakukan jika senyawa tersebut lolos uji modeling. Sistim ini memungkinkan pengembangan obat yang lebih murah dan terjangkau.
Bagi perusahaan farmasi tingkat internasional, membeli sistim proprietary untuk computer modeling adalah perkara biasa. Ini disebabkan dukungan dana mereka yang sangat kuat. Adapun untuk perusahaan farmasi lokal, diperlukan strategi cerdas untuk menghasilkan riset farmasi berkualitas dengan dukungan dana lebih terbatas. Solusi tersebut adalah menggunakan software open source.
Ilmu-ilmu pendukung farmasi klinis, seperti bioinformatika dan komputasi kimia, telah menyediakan software open source untuk pengembangan obat dan vaksin. Open source menjadi cukup umum pada riset farmasi di luar negeri, karena pengembangan awalnya berasal dari kampus atau lembaga penelitian milik pemerintah.
Open Source ke Depan
Kompetisi global yang demikian hectic dan kompetitf mengharuskan bangsa Indonesia mencari solusi ekonomis dan cerdas terhadap perkembangan industri sains-tek. Merambahnya IT pada bidang lain yang bukan domain tradisonalnya, seperti Bioenergi/Kimia dan Farmasi diharapkan memberikan nilai tambah pada setiap komoditi yang dihasilkan oleh industri lokal.
Dalam rangka ekonomisasi tersebut, software open source memegang peranan sangat penting. Harga terjangkau, atau bahkan gratis, menjadikan open source sebagai alternatif ekonomis yang terbaik untuk pengembangan industri sains-tek, ditengah krisis energi yang melanda negeri kita. Diharapakan aplikasi open source yang dikembangkan bangsa sendiri untuk proses produksi industri sains-tek dapat meningkatkan competitive value dari produk dalam negeri.
Arli Aditya Parikesit adalah peneliti pada Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia. ( wsh / wsh )
Artikel ini telah dimuat di http://www.detikinet.com/index.php/detik.read/tahun/2008/bulan/05/tgl/29/time/105259/idnews/946927/idkanal/398