By Arli
Bioinformatika? Mungkin saudara-saudari baru pertama kali mendengar istilah ini. Hantu apa itu? Sebenarnya artikel yang saya tulis ini ditujukan untuk khalayak peminat bidang riset ilmu dasar. Namun bila ada khalayak umum membacanya dan kurang mengerti saya maklumi. Saya berkomitmen untuk menulis blog lagi untuk mempermudah semua ini sehingga semua orang bisa mengerti. Ini hanya uneg-uneg dari isi pikiran saya saja yang selama ini mengalami 'benturan' secara ilmiah dengan banyak pihak .
Agaknya saya mulai sedikit dahulu dengan perkembangan dari biologi molekuler dalam 50 tahun terakhir. Seperti yang sudah kita ketahui, pada 1953 Watson-Crick berhasil mengelusidasi struktur DNA. Sementara teknologi rekombinan DNA berhasil ditemukan pada tahun 1970. Dan kemudian PCR pada 1980an. Apa konsekuensi dari penemuan-penemuan ini? Penjelasannya begini. Contoh pertama, penderita diabetes sebelumnya hanya berhasil mendapatkan insulin dari pankreas babi dalam jumlah sedikit dan harga mahal. Dengan teknologi DNA rekombinan, maka para pasien bisa mendapatkan insulin yang dibioproses dari mikroba dalam jumlah banyak dan harga lebih murah. Perkembangan aplikasi sidik jari DNA pun telah demikian maju, sehingga pelaku dan korban peristiwa terorisme (pengeboman dll) bisa diidentifikasi siapa saja mereka, walaupun sisa jaringan jenazah mereka hanya sedikit. Belum lagi teknologi testing DNA yang berhasil mendeteksi penyakit-penyakit keturunan (kanker payudara misalnya), sebelum penyakitnya bermanifestasi secara klinis.
Singkatnya, sudah begitu banyak pencapaian dalam biologi molekuler, sudah barang tentu diperlukan suatu pusat data (database) untuk mengatur semua data-data hasil ekspreimen itu. Dan Bioinformatika hadir untuk mengatur data-data hasil eksperimen biologi molekuler itu. Namun sebenarnya bioinformatika tidak hanya sampai sebagai bank data saja. Ada fungsi lainya yang lebih penting. Sampai sekarang diketahui bahwa struktur protein yang dikristalografi berjumlah sekitar 22.000. Sementara protein yang telah disekuensing sekitar 1 juta. Apakah ini berarti kita harus mengkristalografi 900 ribu lebih protein untuk mengetahui strukturnya, sementara proses kristalografi itu sendiri tidak mudah dan mahal? Tentu tidak. Kesulitan pada Kristalografi terutama pada penentuan struktur protein membran. Padahal penentuan struktur protein, adalah langkah kunci untuk mengetahui fungsinya. Sementara bila fungsi dari protein-protein yang berperan dalam aging process, immunogenomics, dan drugs receptor bisa diketahui, maka diharapkan akan bisa ditemukan terapi dan pengobatan yang novel untuk mengatasi berbagai penyakit yang menghantui umat manusia mulai dari Kanker sampai Flu burung.
Namun tidak usah kuatir. Kemajuan teknik informatika telah memungkinkan kita untuk mengetahui bagaimana fungsi dari protein yang lain. Sebenarnya, dari data 22ribu protein yang telah dikristalografi, bisa dibuat suatu algoritma yang menentukan tren dari foldingnya. Bisa digunakan algoritma Hidden Markov Model, Artificial Neural Network, ataupun Support Vector Machine. Cara lain lagi adalah dengan menggunakan Homology Modelling, dimana protein yang strukturnya tidak diketahui dibandingkan dengan protein yang strukturnya diketahui. Dan untuk mengembangkan obat baru, bisa digunakan software molecular docking untuk menentukan pada reseptor mana obat tersebut akan aktif. Kabar yang sangat bagus adalah, software untuk melakukan semua itu, sebagian besar telah diport dari platform UNIX/LINUX ke platform Windows, sehingga tersedia untuk banyak orang.
Banyak pihak yang mengeluh dan mencela saya, yang mengatakan bahwa bioinformatika adalah penelitian yang mudah, enteng, dan gampang. Hanya menyalakan komputer, ketik sana-sini, kemudian dapat gelar. Menurut mereka, orang kimia itu harus bergelut dengan instrumentasi kimia dan regen anch sich. Ya, saya setuju bahwa orang kimia harus bergelut dengan instrumentasi kimia dan regen-regen, karena tokh saya juga pernah melakukan penelitian seperti itu sebelumnya dan juga mengenal dengan baik suka dukanya penelitian di laboratorium biokimia itu seperti apa. Dan pendidikan yang saya terima sebagai kimiawan mensyaratkan adanya pekerjaan laboratorium, dan itu selalu saya pegang sejak awal sebagai bagian dari profesi kimiawan. Saya tetap merasa puas dengan pekerjaan saya yang dulu itu, terlepas dari berbagai kekurangannya. Dan sampai kapanpun saya menganggap bahwa "penelitian basah/laboratorium" adalah bagian yang sangat penting dari ilmu kimia dan tidak mungkin bisa diganti dengan "penelitian kering/komputasi" begitu saja, juga mungkin saja suatu saat nanti saya akan masuk ke lab lagi untuk melakukan penelitian laboratoris. Namun dalam konteks saya sebagai seorang kimiawan yang ingin membuka cakrawala berpikir, bukankah yang dilakukan oleh orang matematika dan teknik informatika selama ini adalah 'menyalakan komputer ,ketik sana sini, dan dapat gelar'? Menjadi pertanyaan, apakah begitu mudahnya seorang ilmuwan bisa menjadikan komputer itu bagian dari hidupnya, seperti seorang Onno W Purbo misalnya? Rasanya tidak segampang itu. Ilmu Komputer itu, sepengetahuan saya bukanlah ilmu yang "menyalakan komputer, ketik sana sini, dan dapat gelar" seperti yang dituduhkan sebagian orang kepada saya. Coba buka buku "introduction of computer science" dari schaum outlines, maka akan ketahuan bahwa ilmu komputer adalah ilmu yang sangat-sangat serius dan memeras otak sampai habis. Sepengetahuan saya, para matematikawan dan informatikawan pekerjaannya bisa disebut pengkritiknya sebagai"hanya begitu saja", namun mereka sukses mendapat pekerjaan dan proyek dimana-mana. Ada yang masuk Bank, asuransi, industri, bahkan lembaga pemerintahan seperti Bank Indonesia dan BAPENAS selalu memerlukan matematikawan. Kekhususan Sistim informasi selalu menjadi primadona, karena berurusan dengan proyek skala besar yang melibatkan vendor raksasa seperti Microsoft dan Oracle.
Mungkin banyak pengkritik saya berpikir bahwa pekerjaan bioinformatikawan itu sama dengan pekerjaan sebagai seorang sekretaris kantor dengan microsoft officenya. Yah...Persamaan antara saya dan sekretaris kantor hanya sampai pada komputer yang digunakan saja. Saya sendiri mempelajari berbagai software dasar bioinformatika seperti Bioedit, Clustal, Tree view, dan Deep view. Namun saya juga mempelajari algoritma dan programming bioinformatika dengan Mathlab dan PERL. Misalnya mengenai algoritma. Membaca mengenai Hidden Markov Model, Artificial Neural Network, ataupun Support Vector Machine saja pada awalnya membuat saya pusing kepala dan mabok karena banyak istilah-istilah matematika dan informatika. Kalau saja tidak ada pihak-pihak yang mendukung saya, mendingan saya melakukan penelitian laboratoris seperti dulu, lebih jelas dan bisa diprediksi. Namun untungnya ada beberapa matematikawan yang membantu saya (dear mathematicians, thanks you for all of you ) memahaminya, sehingga sudah mendapat pengertian yang lebih jelas (walaupun teknisnya masih loss nih). Untungnya lagi dulu waktu masih kuliah saya pernah belajar PASCAL dan BASIC, sehingga dalam mempelajari PERL dan Mathlab saya cukup tertolong. Bioinformatika benar-benar menantang imajinasi saya, dan saya berterima kasih pada semua orang computer science yang telah mendahului saya dalam menggeluti bidang ini.
Namun apakah demikian penelitian laboratoris menjadi tidak penting? Wah... ya tentu tidak. Misalnya dari hasil penelitian bioinformatika sudah diperoleh model obat dan vaksin yang novel. Lalu obat itu bagaimana cara menguji (pada mencit dan kelinci) dan memproduksinya? Kan tetap harus ada penelitian laboratoris untuk melakukan bioassay dan bioprosesnya. Perlu ada bioindustri untuk mengkomersialisasikannya. Walaupun lagi-lagi dalam proses downstream ini bioinformatika masih berperan, namun tetap laboratorisnya yang di garis depan. Pada dasarnya bioinformatika merupakan tools untuk membantu kita dalam melaksanakan penelitian laboratoris. Namun sekali lagi, ini bukan tools yang mudah digunakan oleh siapa saja. Istilahnyanya ini tools yang hanya bisa digunakan oleh seorang ilmuwan yang memiliki kompetensi dalam bidang biologi molekuler dan matematika/informatika sekaligus. Jadi istilahnya two in one. Atau istilah orde barunya "dwi fungsi bioinformatika" (he..he..he).
Saya berharap pada posting bersama ini saya bisa mengajak pada segenap ilmuwan untuk bisa saling berbagi, memahami, dan tentu saja saling pengertian. Saya membayangkan bahwa semboyan "bhineka tunggal ika" sebenarnya masih relevan untuk berkolaborasi dalam sains. Kita bisa jadi berasal dari disiplin yang berbeda. Namun tentu saja kita bisa bekerja sama untuk hari esok yang lebih baik. Sekian curhat saya........