Etiskah tindakan aborsi? Di Indonesia sempat muncul gerakan Keluarga Berencana (KB). Apa hubungnnya KB dengan filsafat? Berikut bagian kedua dari tulisan terdulu mengenai eugenika. Gerakan kontrol populasi, dan promosi terorganisasi dari aborsi, tumbuh dari gerakan eugenika pada akhir abad ke 19 dan awal abad 20. Eugenika berasal dari kata Yunani yang berarti kelahiran yang baik.
Profesor Jacqueline Kasun, ekonom pro-life, mengatakan bahwa eugenika telah menumbuhkan sifat khas “memandang individu manusia tidak sebagai makhluk dengan hak-haknya maupun martabatnya, terlepas dari kondisi duniawi mereka, namun hanya sebagai faktor dalam skala nilai sosial”. Prinsip Eugenika menegaskan bahwa tidak semua manusia memiliki nilai yang sama. Mentalitas eugenika menghakimi orang tertentu sebagai inferior karena ras, fisik, mental atau kondisi sosial mereka.
Mereka menghakimi kelompok inferior sebagai pantas diperlakukan lebih rendah daripada manusia. Eugenika mengambil teori dari Charles Darwin (1809 – 1882) mengenai evolusi dan ”survival of the fittest”, dan mengaplikasikannya pada manusia. Ini dikenal sebagai Darwinisme sosial. Francis Galton (1822 – 1911), saudara sepupu Darwin dan pendiri dari komunitas eugenika pada 1907, menganjurkan “ ilmu untuk meningkatkan kualitas stok, untuk memberikan ras yang superior, suatu kesempatan yang lebih baik untuk mengungguli ras yang inferior”. Pakar eugenika telah mengetahui, bahwa untuk mendapatkan penerimaan publik, kebijakan mereka harus disajikan dalam bentuk belas kasih sosial. Galton yakin bahwa prinsip eugenik “harus menjadi salah satu motif dominan pada bangsa yang berbudaya, sama seperti bila ia dianggap sebagai salah satu dogma agama”.
Dr.Ernst Haeckel (1834-1919), seorang profesor perbandingan anatomi, meringkas mentalitas eugenika sebagai: “Apa gunanya untuk kemanusiaan bila orang-orang yang keterbelakang mental, tuli, bisu, dan idiot dibiarkan hidup? Bukankah lebih baik dan lebih rasional untuk mencabut pertama kalinya penderitaan tak terhidar ini, dimana hidup sengsara mereka akan menyelubungi hidup mereka sendiri dan keluarga mereka?”. Dr. Haeckel adalah pahlawan dari Nazi Jerman dan kebijakan seperti itu selalu identik dengan Nazi. Namun, aborsi eugenika menurut pandangan Dr.Haeckel, sekarang sudah menjadi umum. Salah satu dari dasar hukum untuk aborsi di Inggris adalah bahwa anak “yang diduga akan menderita dari keabnormalan mental dan fisik, yang mengakibatkan keterbelakangan permanen yang serius”. Walaupun aborsi pada umumnya dibatasi pada 24 minggu pertama kehamilan, namun bayi dengan anomali perkembangan yang minor dapat diaborsi menjelang kelahirannya. Madeleine Simms, peneliti pada komunitas Eugenika, membuka alasan dibalik aborsi eugenika ketika dia menulis pada Keith Hindell: “Suatu fetus abnormal tidak diaborsi karena ia akan meninggal, namun sebaliknya karena ia bisa cukup sehat untuk hidup sebagai makhluk setengah manusia. Pada dasarnya, untuk alasan sosial, etis, dan estetis, sebagian orang menarik diri untuk melihat bertahan hidupnya makhluk setengah manusia, dan lebih suka melihat mereka diaborsi”. Penganjur aborsi telah menghaluskan bahasanya dalam beberapa tahun terakhir ini, namun upaya untuk membenarkan pembunuhan bayi yang dianggap inferior terus berlanjut. Di website pelayanan penasihat kehamilan Inggris, perusahaan penyedia layanan aborsi terbesar, David Paintin menulis: “Menguji ketidaknormalan fetus dimotivasi dengan semangat yang sama, yang membawa kemanusiaan untuk mencoba menyembuhkan penyakit. Beban untuk merawat dari anak yang sangat terbelakang jatuh pada ibunya, dan dapat mengganggu secara total jalan hidupnya”.
Legal
Banyak orang yang terkejut mengetahui bahwa aborsi atas dasar dari cacat tubuh adalah legal di Inggris, sampai menjelang kelahirannya. Suatu survei besar yang dilakukan tahun 2000. menemukan bahwa 70% orang Skotlandia yakin bahwa aborsi untuk alasan ini adalah salah. Brian Wilson, seorang petinggi kementerian luar negeri Inggris, menyatakan bahwa aborsi eugenika sebagai “mengerikan dan biadab”. Pada April 2001, dia mengutuk penggunaan uji amniosentesis untuk menterminasi 95% dari janin dengan sindroma Down, praktek yang berarti bahwa hanya beberapa anak dengan sindroma Down yang dilahirkan hidup tidak memiliki akses pada pengobatan yang harus diberikan pada masyarakat yang beradab. Nazi Jerman sangat dikenal dengan kebijakan eugenikanya.
Di buku Mein Kamf (Perang Saya) yang diterbitkan tahun 1923, Adolf Hitler memaparkan pandangan anti semit dan eugenikanya, dan dipraktekkan secara kejam selama ia berkuasa di Jaman Thord Reich (1933-1945). Enam juta orang Yahudi dibunuh, juga orang Gipsi, homoseksual, orang cacat mental dan fisik, dan juga orang-orang ras Slavia (Polandia dan Rusia). Orang cacat adalah korban pertama dari politik eugenika Nazi. Data holocaust ini sudah ditentang banyak pihak, karena dianggap terlalu membesar-besarkan fakta yang ada. Penentang holocaust adalah filosof Perancis Roger Garaudy dan Presiden Iran Mahmud Ahmadinejad. Roger Garaudi berpendapat bahwa Nazi hanya sempat membunuh sekitar 800.000 orang Yahudi saja, jauh dari angka 6 juta. Sementara Ahmadinejad menganggap wacana holocaust perlu ditinjau ulang, karena wacana tersebut sering dihubungkan dengan imperialisme Israel terhadap Palestina. Namun pendapat anti-holocaust adalah minoritas dalam wacana kesejarahan. Peristiwa Holocaust akan selalu diingat sebagai salah satu tragedi kemanusiaan yang paling mengerikan.
Pro Aborsi
Marie Stopes (1880-1958) dan Margaret Sanger (1879-1966) adalah pahlawan dari gerakan pro-aborsi modern. Keduanya juga adalah penganjur eugenika militan, fakta yang menunjukkan bahwa ada hubungan antara eugenika dan aborsi sebagai bagian dari budaya kematian. Marie Stopes dilahirkan di Edinburg dan membuat yayasan Marie Stopes International, yang mempromosikan dan menyediakan jasa aborsi ke seluruh dunia. Dia membuat klinik perencanaan keluarga pertama (KB) di Inggris pada tahun 1921, dan tahun 1930 dia membantu mendirikan konsil kontrol kelahiran nasional, yang kemudian menjadi asosiasi perencanaan keluarga. Marie Stopes juga adalah pendukung dari komunitas eugenika. Dia berpendapat bahwa sterilisasi adalah wajib bagi “anggota yang paling rendah dan buruk di komunitas” yang adalah “anak-anak inferior dan terbelakang” yang menjadi beban bagi “kelas diatasnya”.
Margaret Sanger dilahirkan di New York dan ia menemukan federasi perencanaan keluarga internasional. Dia mulai menulis kolom pada pendidikan sex untuk New York Call berjudul “Apa yang setiap gadis harus tahu” di 1912, dan kemudian menjadi vokal dalam menyuarakan kontrol kelahiran meskipun ancaman penjara datang. Eugenika adalah inti dari kredo Margaret Sanger. Dia berargumen bahwa “kegagalan untuk memisahkan orang-orang goblok yang selalu bertambah jumlahnya ”menunjukkan suatu “sentimen berlebihan” masyarakat ketika suatu “Sampah manusia, yang seharusnya tidak dilahirkan sama sekali”.
Dia memandang bahwa kontrol kelahiran sebagai cara untuk memperoleh “ras yang lebih bersih” dan bersikeras bahwa “hanya ada satu tanggapan untuk permintaan laju kelahiran yang lebih tinggi pada para teknokrat, dan itu adalah menanyakan pemerintah untuk mengambil beban dari orang-orang gila dan lemah dari punggungnya”. Perhatian Sanger untuk keluarga yang lebih kecil bahkan sudah sejauh itu, sampai dengan menganjurkan infanticide (Membunuh anak-anak yang menderita cacat)“ Hal yang paling memiliki rasa belas kasihan adalah keluarga yang membunuh anak-anaknya yang cacat”.
Pemikiran pembunuhan anak adalah pemikiran yang sangat mengerikan. Seharusnya jangan pernah terpikirkan hal seperti itu. Banyak sumber yang menyatakan bahwa Margaret Sanger menghujat kelompok Yahudi, Negro, dan kelompok minoritas lain, walaupun klaim ini ditentang oleh pengikutnya. Paham rasialisme memiliki raison d’etre dengan adanya metode eugenika. Pendukung eugenika melakukan kekerasan bahasa, dengan menggunakan istilah “idiot”, “sampah manusia”, “makhluk setengah manusia”, dan “goblok”. Istilah yang mereka gunakan merupakan ancaman bagi segenap peradaban modern yang egaliter. Kekerasan bahasa merupakan ancaman bagi demokrasi. Inilah yang harus diwaspadai oleh segenap masyarakat yang beradab.
Manusia Unggul
Dalam literatur Barat, adalah Friedrich Nietzche (1844-1900), filosof-sastrawan Jerman, yang paling vokal memperkenalkan konsep manusia unggul. Konsep manusia unggul, yang dalam bahasa Jerman adalah Übermensch, adalah manusia-manusia yang memiliki kekuatan besar untuk mengatasi kumpulan manusia dalam massa. Menurut Nitezche lagi, yang harus dijadikan tujuan dalam kehidupan kemanusiaan ialah bagaimana menjelamakan manusia-manusia besar yang lebih kuat, lebih cerdas, dan lebih berani. Bagi manusia, yang penting ialah bagaimana ia mampu mengangkat dirinya dari kehanyutan dalam massa. Masyarakat haruslah sekadar merupakan wahana yang memungkinkan terjadinya kristalisasi manusia-manusia agung itu.
Betapapun kejam kedengarannya, rumus inilah yang menurut Nietzche sesuai dengan kodrat alam. Nietzche bahkan mengusulkan suatu seleksi drastis untuk tujuan melahirkan manusia-manusia unggul itu, antara lain dengan jalan eugenika serta memberikan pendidikan-pendidikan yang istimewa kepada mereka yang kuat dan cerdas. Akan tetapi, Nietzche menegaskan bahwa kecerdasan saja tidak cukup untuk menumbuhkan seseorang menjadi unggul. Manusia unggul hanya ditumbuhkan oleh gabungan yang harmonis antara tiga hal: kekuatan, kecerdasan, dan kebanggaan. Lebih jauh lagi, Nietzche mengagumi Napoleon Bonaparte (Kaisar Perancis). Napoleon dianggap sebagai contoh manusia unggul oleh Nietzche, karena Napoleon memiliki kepribadian yang kuat, cerdas, visioner, dan pemberani.
Salah satu aplikasi teori Nietzche ini adalah kebijakan eugenika dalam pemerintahan Hitler. Nietzche adalah filosof yang paling mempengaruhi ideologi nasionalis-sosialisnya Hitler. Di masa itu, Hitler dan mesin propagandanya di Nazi, mempropagandakan bahwa manusia unggul adalah ras Arya yang fisiknya berambut pirang, berhidung mancung, bermata biru, dan tinggi besar. Sementara ras lain dianggap inferior dan patut untuk dimusnahkan. Ideologi Nazi merupakan gabungan antara filsafat Nietzche dengan anatomi biologi Haeckel. Bagaimanapun, sangat diragukan bahwa filsafat Nietzche sendiri kompatibel dengan ideologi Nazi. Kebijakan eugenika Nazi, merupakan tafsir Hitler terhadap filsafat Nietzche. Penafsiran seperti demikian, belum tentu sesuai dengan filsafat Nietzche itu sendiri.
Dialog Dua Arah
Perkembangan sains dan teknologi mutakhir telah menyeret kemanusiaan pada guncangan-guncangan keyakinan. Mempelajari pemikiran pro-eugenika merupakan salah satu cara untuk mendapatkan gambaran lengkap mengenai problematika yang mereka sodorkan. Ide Eugenika memiliki potensi untuk menabrak semua keyakinan kita terhadap agama dan kepercayaan masing-masing. Diperlukan suatu dialog dua arah yang sehat, agar agama dan keyakinan kita tidak serta merta bertabrakan secara langsung dengan ide Eugenika. Pendekatan multi-disipliner yang melibatkan ilmu kedokteran, sains dasar, hukum, filsafat, dan antropologi diperlukan untuk mengkaji eugenika secara kritis. Kajian multi-disiplin terhadap masalah eugenika diharapkan akan membuka jalan keluar terhadap guncangan keyakinan yg mengancam peradaban kita.
Para intelektual pro-eugenika melakukan kerancuan berpikir yang sangat serius. Mereka hanya mempertimbangkan filsafat Friedrich Nietzche dan biologi Haeckel saja. Filsafat dan ilmu Biologi sangat kaya dengan pemikir-pemikir yang memliki halauan humanis dan egaliter, yang seharusnya dipertimbangkan juga dalam menyusun pemikiran mereka. Teori evolusi Darwin bukanlah suatu ideologi politik. Sangat disayangkan bahwa para aktivis eugenika membajak teori Darwin untuk kepentingan politik mereka. Apabila masih hidup, Charles Darwin belum tentu menyetujui kebijakan holocaust Nazi. Diperlukan suatu filsafat dan biologi baru untuk berdialektika secara serius dengan pemikiran pro-eugenika. Pemuatan artikel ini bukan berarti untuk mengadvokasikan pandangan pro-eugenika.
Artikel ini hanya dimaksudkan untuk mengangkat praktek eugenika menjadi wacana publik dan menunjukkan betapa penting isu tersebut.
Daftar pustaka
- Borem. Aluzio, et al. Understanding Biotechnology. Pearson Education Inc. 2003.
- Darwin, Charles. On Natural Selection. Penguins Books Great Ideas. 2004.
- Hasan, Fuad. Berkenalan dengan Eksistensialisme. Pustaka Jaya. 1992.
- Hitler, Adolf. Mein Kampf (terjemahan). Penerbit Narasi. 2007.
- Horvitz, Leslie Alan. The Complete Idiot’s Guide to Evolution. Alpha. 2002.
- Nietzche, Friedrich. Thus Spoke Zarathustra (Terjemahan). Enigma Publishing. 2003.
- Russel, Bertrand. History of Western Philosophy. Allen and Unwin. 1954.
- Russell, Peter J. Fundamental of Genetics. Benjamin-Cummings publisher. 2000.
- Spuc Organisation. http://www.spuc.org.uk/ethics/wayoflife2.pdf. pukul 20.00. 19 November 2005.